warisan budaya

5/19/15
Pengertian “warisan budaya” tentulah perlu ditegaskan dulu. Apa yang diwariskan mestinya berasal dari masa sebelum kini. Mengenai sejauh mana “masa sebelum kini” itu, dapatlah bervariasi: dari yang berasal dari ‘kemarin (sore)’, melalui yang “zaman sebelum yang sekarang”, sampai ke berasal dari masa lalu yang jauh silam. Itu berarti contohnya adalah dari suatu desain yang terakhir
diciptakan oleh seorang desainer masa kini, melalui gaya pakaian zaman Bung Karno, sampai ke tinggalan budaya dari zaman Majapahit dan Sriwijaya, misalnya warisan budaya juga dapat digolongkan atas yang tangible (dapat disentuh) dan yang intangible (tak dapat disentuh, seperti musik, tari, konsep-konsep).

Adalah UNESCO yang memprakarsai pembedaan dan peristilahan tersebut. Badan dunia bidang pendidikan, kebudayaan, dan informasi itu pulalah yang merintis pemberian penghargaan untuk wujud-wujud warisan budaya dari sejumlah bangsa, yang patut diakui sebagai warisan dunia, dan itu disebut program World Heritage.
Di antara warisan budaya yang tangible ada yang berupa “monumen”, artinya karya unggul manusia yang patut dihargai selamanya. Dalam hal ini diadakan pembedaan antara apa yang disebut living monument (monumen ‘hidup’) dan dead monument (monumen ‘mati’). Definisi dari “hidup” itu adalah masih berfungsi seperti semula dibuat. Hal ini dapat dicontohkan oleh Pura Besakih, Masjid Demak, dan lain-lain. Adapun yang didefinisikan sebagai “mati” adalah monumen yang bersangkutan sudah atau pernah tak berfungsi lagi seperti fungsi semula ketika diciptakan. Contohnya adalah Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang pernah ditinggalkan oleh pembuat dan pengguna awalnya.
Pelestarian benda cagar budaya merupakan hal yang penting berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh benda cagar budaya dan sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional.
Upaya Pelestarian
Upaya pelestarian yang telah dilakukan dahulu dan sekarang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu pelestarian demi kepentingan penggalian nilai-nilai budaya dan proses-proses yang pernah terjadi pada masa lalu dan perkembangannya hingga kini serta pelestarian benda cagar budaya karena nilainya terhadap suatu peristiwa sejarah yang pernah terjadi pada masa lalu. Namun seiring dengan usaha pembangunan yang terus berlangsung di negara kita, maka memberi tantangan tersendiri terhadap upaya pelestarian. Pembangunan sering kali berdampak negatif terhadap kelestarian benda cagar budaya. Problem semacam ini muncul dimana-mana terutama di daerah perkotaan. Kegiatan pembangunan tanpa menghiraukan keberadaan benda cagar budaya hingga saat ini masih terus berlangsung. Hal ini tampak dari semakin menurunnya kualitas dan kuantitas benda cagar budaya.
Upaya pelestarian benda cagar budaya membutuhkan keterlibatan banyak pihak dan yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat, terutama pada benda cagar budaya yang masih dipakai (living monument). Pelestarian living monument terkadang lebih sulit, dikarenakan kurangnya pemahaman sang pemilik tentang pentingnya pelestarian benda cagar budaya miliknya. Upaya pelestarian benda cagar budaya secara garis besar sebagai berikut:
1. Perlindungan
Perlindungan merupakan upaya melindungi benda cagar budaya dari kondisi-kondisi yang mengancam kelestariannya melalui tindakan pencegahan terhadap gangguan, baik yang bersumber dari perilaku manusia, fauna, flora maupun lingkungan alam. Upaya perlindungan dilakukan melalui :

 Penyelamatan

Penyelamatan dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi benda cagar budaya dari kerusakan dengan kegiatan berupa ekskavasi penyelamatan, pemindahan, pemagaran, pencungkupan, penguasaan benda cagar budaya oleh negara melalui imbalan, pemintan dan pemasangan papan larangan

Pengamanan

Pengamanan dilakukan untuk pencegahan terhadap gangguan perbuatan manusia yang dapat mengakibatkan kerugian fisik dan nilai benda. Kegiatannya berupa Penempatan Satuan Pengamanan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SATPENJARLA), Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan Penyuluhan Undang-Undang RI Nomor : 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Perijinan

Perijinan dilakukan melalui pengawasan dan perijinan, baik dalam bentuk ketentuan atau ketetapan maupun tindakan penertiban terhadap lalu lintas benda cagar budaya. Kegiatannya berupa mengeluarkan ijin pemanfaatan untuk kepentingan pendidikan Siswa sekolah dan keagamaan, yaitu perayaan waisak di Situs Muarajambi serta ijin untuk kepentingan penelitian
2. Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan upaya untuk melestarikan benda cagar budaya dari kerusakan yang diakibatkan oleh manusia dan alam. Upaya pemeliharaan dilakukan melalui :
a. Konservasi
Kegiatan pemeliharaan benda cagar budaya dari kemusnahan dengan cara menghambat proses pelapukan dan kerusakan benda sehingga umurnya dapat diperpanjang dengan cara kimiawi dan non kimiawi. Kegiatannya berupa pengangkatan Juru pelihara (Jupel), penataan lingkungan, pertamanan, pembersihan menggunakan pihak ketiga, pembersihan dengan bahan kimia, dan pengujian bahan kimia untuk konservasi.
b. Pemugaran
Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang telah rusak dengan mempertahankan keasliannya, namun jika diperlukan dapat ditambah dengan perkuatan strukturnya. Keaslian yang harus diperhatikan dalam pemugaran mencakup keaslian bentuk, bahan, tehnik pengerjaan, dan tata letak.
1). Keaslian Bentuk
Keaslian bentuk bangunan harus dikembalikan berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan antara lain foto-foto lama, dokumen tertulis, saksi hidup, atau studi teknis.

2). Keaslian Bahan
a). Dalam pemugaran bahan bangunan yang harus digunakan adalah bahan asli dan harus dikembalikan ke tempatnya semula
b). Apabila bahan bangunan mengalami rusak ringan maka harus dilakukan perbaikan dan pengawetan sehingga dapat digunakan kembali
c). Apabila telah rusak berat atau hilang, maka dapat diganti dengan bahan baru. Namun bahan pengganti harus sama, baik jenis maupun kualitasnya.
3). Keaslian Tata Letak
a). Tata letak bangunan harus dipertahankan dengan lebih dahulu melakukan pemetaan
b). Keletakan komponen-komponen bangunan seperti hiasan, arca, dan lain-lain harus dikembalikan ke tempat semula.

4). Keaslian Teknologi Pengerjaan
Keaslian teknologi pengejaan dengan bahan asli maupun baru harus tetap dipertahankan. keaslian teknologi ini antara :
a). Teknologi pembuatan
b). Teknologi konstruksi

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, maka perlu dipahami bahwa pemugaran bukan merupakan pekerjaan pembangunan atau pembuatan bangunan, melainkan pekerjaan perbaikan dan pengawetan.

3. Dokumentasi/Publikasi
Dokumentasi/Publikasi merupakan upaya untuk mendokumentasikan benda cagar budaya dan menyebarluaskannya kepada masyarakat melalui media cetak atau media elektronik. Upaya Dokumentasi/Publikasi dilakukan melalui :
a. Perekaman Data
Perekaman data merupakan rangkaian kegiatan pembuatan dokumen tentang benda cagar budaya yang dapat memberikan informasi atau pembuktian tentang keberadaannya. Kegiatannya berupa pemotretan, pemetaan, penggambaran, survei, dan pemerian.
b. Publikasi
Publikasi merupakan upaya menyebarluaskan informasi pelestarian benda cagar budaya agar dapat diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Kegiatannya berupa pameran, penerbitan buletin dan buku, film dokumenter, dan website.

0 comments:

Post a Comment