Biografi Singkat Bung Hatta

5/18/15
Beliau dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Agustus 1902. Ayahnya meninggal disaat beliau baru berumur delapan bulan. Ayahnya ini adalah keturunan ulama besar, bernama Haji Muhammad Djamil, anak Syekh Batuhampar, Syekh Abdul Rahman.
Setelah kakeknya ini meninggal, beliau digantikan oleh anaknya yang tertua bernama Haji Arsjad sebagai Syekh Batuhammpar, yang dipanggil dengan panggilan Ayah Gaek Arsjad oleh Bung Hatta. Kontak dengan keluarga ayahnya ini bermula sesudah beliau berumur tujuh tahun. sekurang-kurangnya dua kali setahun beliau dibwa berziarah ke Batuhmapar dan selalu ditempatkan di lingkungan ayah Gaeknya. Sebelumnya, sampai berumur lima tahun, beliau menyangka bahwa ayahnya adalah Haji Ning, saudagar yang berasal dari Palembang, tetapi berumah tetap di Palembang. Beliau seibu sebapak hanya berdua, yaitu kakak perempuannya bernama Rafi’ah dan beliau sendiri. Kemudian lahir adik perempuannya sebanyak empat orang.
Tentang pendidikan Bung Hatta pada dasarnya sudah ada kesepakatan antara orang tuanya kedua belah pihak. Beliau akan disekolahkan lebih dahulu sekolah rkyat lima tahun dan malam harinya belajar mengaji di surau Inyik Djambek. Tamat atau tidak sekolah Rakyat, apabila Pak Gaeknya ke Mekkah untuk naik Haji, beliau akan ikut. Di Mekkah beliau akan dimasukkan ke sekolah agama, dan apabila telah selesai, pendidikannya akan diteruskan ke Kairo. Namun, semua rencana ini tidak ada yang terlaksana dengan baik.
Pendidikannya dimulai di Bukittinggi, kemudian diteruskan ke Padang, kota tempat gerakan modernisme Islam sedang berkembang di kalangan saudagar dan bahkan sampai pula ke sekolah MULO, dan akhirnya di Betawi, tempat Hatta menamatknan sekolah dan semakin mendalami kehidupan berorganisasi. Ketika telah menamatkan sekolahnya di PHS, sekolah dagang menengah, ia melanjutna pendidikannya ke Rotterdam (1921). Hatta tak dapat melupakan air mata sang paman ketika dia minta diri akan berangkat ke Eropa.
 Ia telah sekian tahun berpengalaman dalam organisasi kepemudaan Jong Sumatranen Bond, yang kemudian bernama Pemoeda Soematra. Di negeri Belanda, Hatta pun aktif dalam pergerakan kepemudaan. Beliau menjadi anggota Indische Vereeniging, yang kemudian mengubah nama menjadi Indonesische Vereeniging dan akhirnya menjadi Perhimpunan Indonesia (1925). Beliau mengatakan bahwa kata “Indonesisch” telah lama dipakai sebagai kata sifat, tetapi pemakaian “Indonesia” sebagai nama dari bangsa dan tanah air baru diperkenalkan oleh Perhimpunan Indonesia
Hatta tidak hanya menghabiskan waktu untuk belajar di Rotterdamse Handelshogeschool yang memakaikan gaya Continental alias studi bebas. Sejak awal ia aktif dalam gerakan kemahasiswaan yang makin lama makin bernuansa politik. Ia juga secara teratur mengirimkan tulisan ke berbagai surat kabar di tanah air. Pengiriman tulisan ini, selain untuk menyampaikan apa yang penting dan perlu diketahui oleh bangsa yang sedang dalam proses pembentukan, ini juga adalah usaha Hatta untuk mendapatkan tambahan biaya hidup.
 Banyak buku yang dipelajarinya, beragam diskusi ilmiah dan politik yang diikutinya, temasuk juga banyak kunjungan dan aktivitasnya disekian banyak kota di Eropa, seperti Hamburg, Frankfurt Berlin, Bierville, Lyon, Grenoble, Paris, Vienna, Brussels, dan lain-lain. Ia semakin lancar berkomunikasi dengan bahasa Jerman dan Perancis. Di New Delhi ia sempat bertemu dengan Mahatma Gandhi, yang menanyakan keadaan perjuangan Indonesia menghadapi niat Belanda untuk menjajah Indonesia Kembali. Di Brussels, ia dan beberapa temannya ikut serta dalam Kongres Internasional Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial (1927). Dengan seorang kawan ia pernah berkeliling ke Swedia dan Denmark untuk mempelajari gerakan koperasi. Kepergiannya ini dibiayai oleh iuran kawan-kawan sesam anggota Perhimpunan Indonesia (PI).
Setelah sebelas tahun di Eropa, Hatta pulang ke Tanah Air. Dengan begitu, ia langsung berkecimpung dalm gejolak pergerakan kebangsaan. Ia mengambil kepemimpinan partai Pendidikan Nasional Indonesia, atau lebih dikenal sebagai PNI baru, yang lebih dahulu didirikna Sutan Sjahrir dan kawan-kawan lain, yang menentang pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) ketika Bung Karno ditangkap. Strategi perjuangan PNI baru menekankan pada “pendidikan kader”, bukan gerakan massa, sebagaimana halnya Partindo.
Dalam masa dua tahun Bung Hatta menjalankan aktivitas politik di tanah air, ia sempat pulang ke kampung di Sumatera Barat. Tetapi tidak lama, dia diusir pemerintah kolonial dari dari daerah kelahirannya. Ia pun harus kemabli ke Jawa. Dalma masa itu, ia sempat pula pergi ke Jepang, sebagai penasihat pamannya untuk mengadakan kontak-kontak dagang dengan pengsaha Jepang. Tidak lama setlah dia kembali dari Jepang, Soekarno ditangkap. Tak lama kemudian ia juga ditangkap bersam sutan Sjharir dan beberapa tokoh PNI baru lainnya.
Tanpa proses pengadilan ia dan kawan-kawannya dibuang ke Boven Digul. Kemudian Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Banda Neira. Di sini ia meneruskan menulis kolom untuk surat-surat kabar di Jawa. Ia menyempatkna diri juga untuk menulis buku tentang ekonomi,mengajar para remaja, serta mempelajari kehidupan anak negeri. Di kota kecil yang terletak di belahan Timur Indonesia ini Hatta dan Sjahrir tinggal sampai bulan-bulan terakhir sebelum Hindia Belanda jatuh ke tangan Dai Nippon.
Mereka telah dipindahkan ke Sukabumi ketika seorang opsir Jepang datang menemui dan mengajak ke Jakarta untuk menjadi “penasihat” pemerintah militer Jepang. Ketika bertugas kembali inilah Hatta bertemu kemabli dengan Soekarno. Berbagai perjuangan pun dilalui sehingga pada akhirnya mereka berdua atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Revolusi kemerdekaan pun bermula. Hatta menjadi wakil Presiden sekaligus perdana menteri ketika ancaman Sayap Kiri dari Madiun akhirnya bisa diatasi persis di saat Belanda Akan melancarkan agresinya yang kedua (Desember 1948). Bung Hatta adalah ketua delegasi RI dalm perundingan Konfersensi Meja Bundar yang mengakhiri konflik Indonesia-Belanda. Ia pulalah yang secara langsung menerima pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dari Ratu Belanda, Juliana, di Den Haag, pada tanggal 27 Desember 1949. Sebagai Perdana Menteri RIS, Hatta berhasil melakukan transisi ke Negra Kesatuan Republik Indonesia tanpa dirasakan sebagai penghinaan oleh “negara bagian” yang masih tersisa-Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur.
Bung Hatta menulis beberapa texbook, diantaranya, Alam Pemikiran Yunani, yang ditulis ketika ia dalam masa pembuangan di Digul. Texbook menegnai ilmu ekonomi, yaitu Beberapa Pasal Ekonomi, dan setelah dia meletakkan jabatan sebagai wakil presiden, beliau tampaknya dengan sengaja menulis buku teori untuk keperluan universitas, seperti Pengantar kedjalan Ilmu dan Pengetahuan dan Pengantar kedjalan Sosiologi Ekonomi
SUMBER

Mohammad Hatta, Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2011. 

1 comments:

{ /2 Kp. Kolom Gadang } at: April 21, 2016 at 1:42 PM said...

Teringat sepengal lirik lagu dari IWAN FALS, "kita semua merindukan orang sepertinya" untuk memperbaiki negeri yang rusak ini.

Post a Comment