Beliau
dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Agustus 1902. Ayahnya meninggal
disaat beliau baru berumur delapan bulan. Ayahnya ini adalah keturunan ulama
besar, bernama Haji Muhammad Djamil, anak Syekh Batuhampar, Syekh Abdul Rahman.
Setelah kakeknya ini meninggal, beliau digantikan oleh anaknya yang tertua
bernama Haji Arsjad sebagai Syekh Batuhammpar, yang dipanggil dengan panggilan
Ayah Gaek Arsjad oleh Bung Hatta. Kontak dengan keluarga ayahnya ini bermula
sesudah beliau berumur tujuh tahun. sekurang-kurangnya dua kali setahun beliau
dibwa berziarah ke Batuhmapar dan selalu ditempatkan di lingkungan ayah
Gaeknya. Sebelumnya, sampai berumur lima tahun, beliau menyangka bahwa ayahnya
adalah Haji Ning, saudagar yang berasal dari Palembang, tetapi berumah tetap di
Palembang. Beliau seibu sebapak hanya berdua, yaitu kakak perempuannya bernama
Rafi’ah dan beliau sendiri. Kemudian lahir adik perempuannya sebanyak empat
orang.
Tentang pendidikan Bung Hatta pada
dasarnya sudah ada kesepakatan antara orang tuanya kedua belah pihak. Beliau
akan disekolahkan lebih dahulu sekolah rkyat lima tahun dan malam harinya
belajar mengaji di surau Inyik Djambek. Tamat atau tidak sekolah Rakyat,
apabila Pak Gaeknya ke Mekkah untuk naik Haji, beliau akan ikut. Di Mekkah
beliau akan dimasukkan ke sekolah agama, dan apabila telah selesai,
pendidikannya akan diteruskan ke Kairo. Namun, semua rencana ini tidak ada yang
terlaksana dengan baik.
Pendidikannya dimulai di
Bukittinggi, kemudian diteruskan ke Padang, kota tempat gerakan modernisme
Islam sedang berkembang di kalangan saudagar dan bahkan sampai pula ke sekolah
MULO, dan akhirnya di Betawi, tempat Hatta menamatknan sekolah dan semakin
mendalami kehidupan berorganisasi. Ketika telah menamatkan sekolahnya di PHS,
sekolah dagang menengah, ia melanjutna pendidikannya ke Rotterdam (1921). Hatta
tak dapat melupakan air mata sang paman ketika dia minta diri akan berangkat ke
Eropa.
Ia telah sekian tahun berpengalaman
dalam organisasi kepemudaan Jong
Sumatranen Bond, yang kemudian bernama Pemoeda Soematra. Di negeri Belanda,
Hatta pun aktif dalam pergerakan kepemudaan. Beliau menjadi anggota Indische Vereeniging, yang kemudian
mengubah nama menjadi Indonesische
Vereeniging dan akhirnya menjadi Perhimpunan Indonesia (1925). Beliau
mengatakan bahwa kata “Indonesisch” telah lama dipakai sebagai kata sifat,
tetapi pemakaian “Indonesia” sebagai nama dari bangsa dan tanah air baru
diperkenalkan oleh Perhimpunan Indonesia
Hatta tidak hanya menghabiskan waktu
untuk belajar di Rotterdamse
Handelshogeschool yang memakaikan gaya Continental
alias studi bebas. Sejak awal ia aktif dalam gerakan kemahasiswaan yang
makin lama makin bernuansa politik. Ia juga secara teratur mengirimkan tulisan
ke berbagai surat kabar di tanah air. Pengiriman tulisan ini, selain untuk
menyampaikan apa yang penting dan perlu diketahui oleh bangsa yang sedang dalam
proses pembentukan, ini juga adalah usaha Hatta untuk mendapatkan tambahan
biaya hidup.
Banyak buku yang dipelajarinya,
beragam diskusi ilmiah dan politik yang diikutinya, temasuk juga banyak
kunjungan dan aktivitasnya disekian banyak kota di Eropa, seperti Hamburg,
Frankfurt Berlin, Bierville, Lyon, Grenoble, Paris, Vienna, Brussels, dan
lain-lain. Ia semakin lancar berkomunikasi dengan bahasa Jerman dan Perancis.
Di New Delhi ia sempat bertemu dengan Mahatma Gandhi, yang menanyakan keadaan
perjuangan Indonesia menghadapi niat Belanda untuk menjajah Indonesia Kembali.
Di Brussels, ia dan beberapa temannya ikut serta dalam Kongres Internasional
Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial (1927). Dengan seorang kawan ia
pernah berkeliling ke Swedia dan Denmark untuk mempelajari gerakan koperasi.
Kepergiannya ini dibiayai oleh iuran kawan-kawan sesam anggota Perhimpunan
Indonesia (PI).
Setelah sebelas tahun di Eropa,
Hatta pulang ke Tanah Air. Dengan begitu, ia langsung berkecimpung dalm gejolak
pergerakan kebangsaan. Ia mengambil kepemimpinan partai Pendidikan Nasional
Indonesia, atau lebih dikenal sebagai PNI baru, yang lebih dahulu didirikna
Sutan Sjahrir dan kawan-kawan lain, yang menentang pembubaran Partai Nasional
Indonesia (PNI) ketika Bung Karno ditangkap. Strategi perjuangan PNI baru
menekankan pada “pendidikan kader”, bukan gerakan massa, sebagaimana halnya
Partindo.
Dalam masa dua tahun Bung Hatta
menjalankan aktivitas politik di tanah air, ia sempat pulang ke kampung di
Sumatera Barat. Tetapi tidak lama, dia diusir pemerintah kolonial dari dari
daerah kelahirannya. Ia pun harus kemabli ke Jawa. Dalma masa itu, ia sempat
pula pergi ke Jepang, sebagai penasihat pamannya untuk mengadakan kontak-kontak
dagang dengan pengsaha Jepang. Tidak lama setlah dia kembali dari Jepang,
Soekarno ditangkap. Tak lama kemudian ia juga ditangkap bersam sutan Sjharir
dan beberapa tokoh PNI baru lainnya.
Tanpa proses pengadilan ia dan
kawan-kawannya dibuang ke Boven Digul. Kemudian Hatta dan Sjahrir dipindahkan
ke Banda Neira. Di sini ia meneruskan menulis kolom untuk surat-surat kabar di
Jawa. Ia menyempatkna diri juga untuk menulis buku tentang ekonomi,mengajar
para remaja, serta mempelajari kehidupan anak negeri. Di kota kecil yang
terletak di belahan Timur Indonesia ini Hatta dan Sjahrir tinggal sampai
bulan-bulan terakhir sebelum Hindia Belanda jatuh ke tangan Dai Nippon.
Mereka telah dipindahkan ke Sukabumi
ketika seorang opsir Jepang datang menemui dan mengajak ke Jakarta untuk
menjadi “penasihat” pemerintah militer Jepang. Ketika bertugas kembali inilah
Hatta bertemu kemabli dengan Soekarno. Berbagai perjuangan pun dilalui sehingga
pada akhirnya mereka berdua atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan
Kemerdekaan Indonesia. Revolusi kemerdekaan pun bermula. Hatta menjadi wakil
Presiden sekaligus perdana menteri ketika ancaman Sayap Kiri dari Madiun
akhirnya bisa diatasi persis di saat Belanda Akan melancarkan agresinya yang
kedua (Desember 1948). Bung Hatta adalah ketua delegasi RI dalm perundingan
Konfersensi Meja Bundar yang mengakhiri konflik Indonesia-Belanda. Ia pulalah
yang secara langsung menerima pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat
dari Ratu Belanda, Juliana, di Den Haag, pada tanggal 27 Desember 1949. Sebagai
Perdana Menteri RIS, Hatta berhasil melakukan transisi ke Negra Kesatuan
Republik Indonesia tanpa dirasakan sebagai penghinaan oleh “negara bagian” yang
masih tersisa-Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur.
Bung Hatta menulis beberapa texbook,
diantaranya, Alam Pemikiran Yunani,
yang ditulis ketika ia dalam masa pembuangan di Digul. Texbook menegnai ilmu
ekonomi, yaitu Beberapa Pasal Ekonomi,
dan setelah dia meletakkan jabatan sebagai wakil presiden, beliau tampaknya
dengan sengaja menulis buku teori untuk keperluan universitas, seperti Pengantar kedjalan Ilmu dan Pengetahuan
dan Pengantar kedjalan Sosiologi Ekonomi
SUMBER
Mohammad
Hatta, Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2011.
1 comments:
Teringat sepengal lirik lagu dari IWAN FALS, "kita semua merindukan orang sepertinya" untuk memperbaiki negeri yang rusak ini.
Post a Comment