Pada
banyak kasus dalam melakukan pendekatan-pendekatan, perlu memperhitungkan
perubahan. Ada langkah-langkah yang bisa dilakukan, yaitu, pertama, melakukan
deduksi dari yang umum ke yang khusus, dengan mempersandingkan model-model umum
perubahan dengan sejarah masyarakat-masyarakat tertentu unutk melihat sejauh
mana model-model itu tidak cocok untuk diterapkan pada realitas sejarah dan
dalam segi apa model-model itu perlu disesuaikan atau dimodifikasi. Tujuannya
adalah untuk menawarkan gambaran-gambaran tentang proses perubahan pada
masyarakat-masyarakat spesifik dengan harapan bahwa gambaran ini dapat membantu
terciptanya model umum yang telah diperbaiki.
Teori
sosial dapat dikategorikan ke dalam beberapa tipe utama. Diantaranya bertipe
linear, sama seperti filsafat sejarah yahudi-kristen, atau model ‘modernisasi’
yang sangat terkenal di kalangan sosiologiwan dan ahli ekonomi pembangunan.
Kemudian ada juga yang bertipe siklis, seperti teori-teori klasik tentang
perubahan yang dihidupkan kembali oleh Machiavelli pada masa renaisance, atau
gagasan sejarawan Arab Ibnu Khaldun, atau Decline
of the West karya Oswald Spengler dan Study
of History karya Arnold Tonybee.
Untuk
lebih mudah, bisa dimulai dengan dua model utama yaitu, model konflik dan model
evolusi, atau model Marx dan model Spencer.
1.
Model Spencer
‘Spencer’
adalah label yang diberikan pada model yang menekankan pada evolusi sosial,
dengan kata lain, perubahan sosial yang terjadi pelan-pelan dan kumulatif, dan
perubahan sosial itu ditentukan dari dalam. Spencer menggambarkan perubahan
sosial esensinya bersifat evolusioner. Hasilnya adalah model modernisasi,
dimana proses perubahan dipandang secara esensial sebagai suatu perkembangan
dari dalam dan dunia luar hanya berperan sebagai pemberi rangsangan untuk
‘adaptasi’.
W.G
Runciman telah mengatakan bahwa ‘proses evolusi masyarakat adalah analog dan
seleksi alam meski sama sekali tidak sama dengan seleksi alam tersebut’, proses
menekankan pada apa yang dinamakan ‘seleksi kompetitif atas
kebiasaan-kebiasaan’.
Ada
tiga macam kekurangyakinan yang dikemukakan mengenai arah perubahan sosial,
penjelasan-penjelasannya dan mekanismenya. Pertama, memperluas wawasan sehingga
mencapai satu-dua abad yang lampau maka akan jelas bahwa perubahan bukanlah
suatu garis lurus, dan sejarah bukan jalan satu arah. Masyarakat tidak
selalu bergerak ke arah peningkatan
sentralisasi, kompleksitas, spesialisasi, dan sebagainya.
Kedua,
para sejarawan meragukan penjelasan tentang perubahan sosial yang dibangun dalam
model Spencer, asumsi bahwa perubahan pada dasarnya bersifat internal bagi
sistem sosial, yang berupa pengembangan potensi bertumbuhnya cabang-cabang. Hal
ini bisa terjadi jika suatu masyarakat diisolasikan dari masyarakat lain di
dunia, padahal dalam prakteknya perubahan sosial terjadi dikarenakan bertemunya
kebudayaan-kebudayaan.
Ketiga,
bila ingin memahami mengapa perubahan sosial terjadi, strategi yang baik adalah
dengan mengamati bagaimana perubahan itu terjadi. Model Spencer tidak punya
banyak referensi mengenai perubahan. Kurangnya referensi ini mengakibatkan
salahnya asumsi tentang unilinearitas dan memberi kesan bahwa perubahan terjadi
secara mulus dan mengikuti tahapan-tahapan yang hampir otomatis, seolah-olah
satu-satunya hal yang hasur dilakukan masyarakat adalah menaiki eskalator.
2.
Model Marx
Model
Marx ini dapat digambarkan sebagai model atau teori tentang sekuens
perkembangan masyarakat yang bergantung pada sistem ekonomi dan mengandung
konflik-konflik sosial yang mengakibatkan timbulnya krisis, revolusi, dan
perubahan yang terputus-putus. Teori ini menekankan pada pentingnya kekuatan
produksi, kekuatan politik dan kekuatan kebudayaan, serta peluang unutk
memperdebatkan apakah faktor-faktor produksi menentukan relasi-relasi prosuksi
atau sebaliknya.
Model
Marx menjelaskan perubahan sosial dari segi endogen yang menekankan pada
dinamika internal cara produksi. Akan tetapi, dalam beberapa versi, model Marx
dapat memberikan kritikan utama terhadap model Spencer. Pertama, model ini
mengakomodasikan perubahan yang arahnya keliru. Kedua, model ini memberi tempat
bagi penjelasan-penjelasan perubahan sosial dari perspektif eksogen. Model Marx
memberikan penjelasan yang lebih global yang menekankan pada relasi antara
perubahan pada suatau masyarakat dan perubahan pada suatu masyarakat lain.
Ketiga, model Marx lebih memperhatikan mekanisme perubahan sosial, utamanya
dalam hal transisi feodalisme ke kapitalisme.
Model
Marx menimbulkan, bahkan tidak mampu menyelesaikan masalah hubungan peristiwa
politik dan perubahan sosial, serta masalah peranan manusia, yang terangkum
dalam sebuah frase epigram terkenal ‘manusia membuat sejarah, tetapi bukan
menurut keadaan yang ia pilih.’
Model
Marx dan model Spencer lebih sering disebut saling melengkapi daripada
bertentangan. Perspektif kedua model itu sama-sama memiliki keterbatasan yang
serius. Keduanya dirancang unutk menjelaskan persoalan industrialisasi dan
akibat-akibatnya, dan keduanya sangat kurang memadai dalam menguraikan
perubahan-perubahan yang terjadi sebelum abad ke-18.
Ada
alternatif lain selain model Marx dan Spencer. Pada tahun 1980-an telah
dihidupkan kembali sosiolog sejarah yang meliputi sejumlah upaya unutk
menemukan model ketiga., yaitu model-model yang diajukan oleh Anthony Giddens,
Michael Marun dan Charles Tilly. Ketiga model yang mereka ajukan ini memiliki
kesamaan dalam ciri dasarnya yang penting, terutama dalam hal penekanan pada
politik dan perang. Giddens mengkritik evolusionisme bahwa pandangan ini lebih
menekankan pada faktor ekonomi tetapi mengabaikan faktor politik.
Tilly
menaruh perhatian pada apa yang dia namakan modal dengan koersi, tetapi
menyatakan bahwa dirinya melakukan hal-hal yang di luar kebiasaan para
pendahulunya, yakni dengan menempatkan organisasi koersi dan kesiapan utnutk
berperang sebagai pusat analisis. Pandangan ketiga sosiologiwan ini tidak hanya
berkonvergensi satu sama lain, tetapi menyatu pula dengan para sejarawan Eropa
pada masa modern awal.
Persoalan
lain yang menjadi perhatian ahli sosiologi sejarah adalah tentang ‘kebangkitan
Barat’. Max Weber menghabiskan banyak masa pengabdiannya untuk bergulat dengan
persoalan ini.
0 comments:
Post a Comment