Teori Sosial dan Perubahan Sosial

5/18/15
Pada banyak kasus dalam melakukan pendekatan-pendekatan, perlu memperhitungkan perubahan. Ada langkah-langkah yang bisa dilakukan, yaitu, pertama, melakukan deduksi dari yang umum ke yang khusus, dengan mempersandingkan model-model umum perubahan dengan sejarah masyarakat-masyarakat tertentu unutk melihat sejauh mana model-model itu tidak cocok untuk diterapkan pada realitas sejarah dan dalam segi apa model-model itu perlu disesuaikan atau dimodifikasi. Tujuannya adalah untuk menawarkan gambaran-gambaran tentang proses perubahan pada masyarakat-masyarakat spesifik dengan harapan bahwa gambaran ini dapat membantu terciptanya model umum yang telah diperbaiki.

Teori sosial dapat dikategorikan ke dalam beberapa tipe utama. Diantaranya bertipe linear, sama seperti filsafat sejarah yahudi-kristen, atau model ‘modernisasi’ yang sangat terkenal di kalangan sosiologiwan dan ahli ekonomi pembangunan. Kemudian ada juga yang bertipe siklis, seperti teori-teori klasik tentang perubahan yang dihidupkan kembali oleh Machiavelli pada masa renaisance, atau gagasan sejarawan Arab Ibnu Khaldun, atau Decline of the West karya Oswald Spengler dan Study of History karya Arnold Tonybee.
Untuk lebih mudah, bisa dimulai dengan dua model utama yaitu, model konflik dan model evolusi, atau model Marx dan model Spencer.
1.                  Model Spencer
‘Spencer’ adalah label yang diberikan pada model yang menekankan pada evolusi sosial, dengan kata lain, perubahan sosial yang terjadi pelan-pelan dan kumulatif, dan perubahan sosial itu ditentukan dari dalam. Spencer menggambarkan perubahan sosial esensinya bersifat evolusioner. Hasilnya adalah model modernisasi, dimana proses perubahan dipandang secara esensial sebagai suatu perkembangan dari dalam dan dunia luar hanya berperan sebagai pemberi rangsangan untuk ‘adaptasi’.
W.G Runciman telah mengatakan bahwa ‘proses evolusi masyarakat adalah analog dan seleksi alam meski sama sekali tidak sama dengan seleksi alam tersebut’, proses menekankan pada apa yang dinamakan ‘seleksi kompetitif atas kebiasaan-kebiasaan’.
Ada tiga macam kekurangyakinan yang dikemukakan mengenai arah perubahan sosial, penjelasan-penjelasannya dan mekanismenya. Pertama, memperluas wawasan sehingga mencapai satu-dua abad yang lampau maka akan jelas bahwa perubahan bukanlah suatu garis lurus, dan sejarah bukan jalan satu arah. Masyarakat tidak selalu  bergerak ke arah peningkatan sentralisasi, kompleksitas, spesialisasi, dan sebagainya.
Kedua, para sejarawan meragukan penjelasan tentang perubahan sosial yang dibangun dalam model Spencer, asumsi bahwa perubahan pada dasarnya bersifat internal bagi sistem sosial, yang berupa pengembangan potensi bertumbuhnya cabang-cabang. Hal ini bisa terjadi jika suatu masyarakat diisolasikan dari masyarakat lain di dunia, padahal dalam prakteknya perubahan sosial terjadi dikarenakan bertemunya kebudayaan-kebudayaan.
Ketiga, bila ingin memahami mengapa perubahan sosial terjadi, strategi yang baik adalah dengan mengamati bagaimana perubahan itu terjadi. Model Spencer tidak punya banyak referensi mengenai perubahan. Kurangnya referensi ini mengakibatkan salahnya asumsi tentang unilinearitas dan memberi kesan bahwa perubahan terjadi secara mulus dan mengikuti tahapan-tahapan yang hampir otomatis, seolah-olah satu-satunya hal yang hasur dilakukan masyarakat adalah menaiki eskalator.
2.                  Model Marx
Model Marx ini dapat digambarkan sebagai model atau teori tentang sekuens perkembangan masyarakat yang bergantung pada sistem ekonomi dan mengandung konflik-konflik sosial yang mengakibatkan timbulnya krisis, revolusi, dan perubahan yang terputus-putus. Teori ini menekankan pada pentingnya kekuatan produksi, kekuatan politik dan kekuatan kebudayaan, serta peluang unutk memperdebatkan apakah faktor-faktor produksi menentukan relasi-relasi prosuksi atau sebaliknya.
Model Marx menjelaskan perubahan sosial dari segi endogen yang menekankan pada dinamika internal cara produksi. Akan tetapi, dalam beberapa versi, model Marx dapat memberikan kritikan utama terhadap model Spencer. Pertama, model ini mengakomodasikan perubahan yang arahnya keliru. Kedua, model ini memberi tempat bagi penjelasan-penjelasan perubahan sosial dari perspektif eksogen. Model Marx memberikan penjelasan yang lebih global yang menekankan pada relasi antara perubahan pada suatau masyarakat dan perubahan pada suatu masyarakat lain. Ketiga, model Marx lebih memperhatikan mekanisme perubahan sosial, utamanya dalam hal transisi feodalisme ke kapitalisme.
Model Marx menimbulkan, bahkan tidak mampu menyelesaikan masalah hubungan peristiwa politik dan perubahan sosial, serta masalah peranan manusia, yang terangkum dalam sebuah frase epigram terkenal ‘manusia membuat sejarah, tetapi bukan menurut keadaan yang ia pilih.’
Model Marx dan model Spencer lebih sering disebut saling melengkapi daripada bertentangan. Perspektif kedua model itu sama-sama memiliki keterbatasan yang serius. Keduanya dirancang unutk menjelaskan persoalan industrialisasi dan akibat-akibatnya, dan keduanya sangat kurang memadai dalam menguraikan perubahan-perubahan yang terjadi sebelum abad ke-18.
Ada alternatif lain selain model Marx dan Spencer. Pada tahun 1980-an telah dihidupkan kembali sosiolog sejarah yang meliputi sejumlah upaya unutk menemukan model ketiga., yaitu model-model yang diajukan oleh Anthony Giddens, Michael Marun dan Charles Tilly. Ketiga model yang mereka ajukan ini memiliki kesamaan dalam ciri dasarnya yang penting, terutama dalam hal penekanan pada politik dan perang. Giddens mengkritik evolusionisme bahwa pandangan ini lebih menekankan pada faktor ekonomi tetapi mengabaikan faktor politik.
Tilly menaruh perhatian pada apa yang dia namakan modal dengan koersi, tetapi menyatakan bahwa dirinya melakukan hal-hal yang di luar kebiasaan para pendahulunya, yakni dengan menempatkan organisasi koersi dan kesiapan utnutk berperang sebagai pusat analisis. Pandangan ketiga sosiologiwan ini tidak hanya berkonvergensi satu sama lain, tetapi menyatu pula dengan para sejarawan Eropa pada masa modern awal.

Persoalan lain yang menjadi perhatian ahli sosiologi sejarah adalah tentang ‘kebangkitan Barat’. Max Weber menghabiskan banyak masa pengabdiannya untuk bergulat dengan persoalan ini.       

0 comments:

Post a Comment