Tradisi Geografi

5/18/15
Butlin (1992) menyatakan ”geografi sejarah” adalah kajian geografis tentang masa lampau atau study of the geographies of past time. Kajian tersebut dilakukan melalui rekonstruksi imajinatif dalam suatu rentang waktu dengan menekankan pada pemahaman integratif terhadap dinamika kehidupan dalam suatu area. Adapun hal yang menjadi pusat perhatian dalam kajian geografi sejarah adalah fenomena atau proses keruangan yang menggambarkan dinamika keterkaitan antara manusia-lingkungan antara lain dalam hal memanfaatkan sumberdaya alam, membangun permukiman, mengembangkan kekuasaan, mengontrol teritori, dan sebagainya.

Dalam penerapannya, perkembangan geografi sejarah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan tradisi dalam geografi. Adapun tradisi yang berkembang dalam ilmu geografi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Tradisi man-land relation
Dalam tradisi ini, kajian geografi banyak mempelajari faktor penyebab dan dampak dari keterkaitan manusia-lingkungan. Pada awalnya fokus kajiannya terletak pada pengaruh lingkungan terhadap aktivitas manusia (enviromental determinism) yang mana banyak memperkenalkan istilah ”control”, “influence”, “human response”, dan “environmental factor”. Beberapa ahli yang menganut tradisi ini antara lain adalah William Moriis Davis, Isaiah Bowman, Ellsworth Huntington dan Ellen Churchill Semple. Namun dalam perkembangannya terjadi pergeseran ketika timbul pemahaman bahwa keterkaitan antara manusia dan lingkungan sesungguhnya bersifat timbal balik dan saling menguntungkan. Selain itu juga muncul pemahaman bahwa dalam keterkaitan tersebut, faktor manusia lebih dominan dibandingkan faktor lingkungan. Beberapa ahli yang berada pada aliran ini antara lain Harlan H. Barrow dengan bukunya yang berjudul “Geography as Human Ecology,” dan Carl Sauer dalam karyanya mengenai The Morphology of Landscape.
2.      Tradisi areal differentiation
Tradisi ini menekankan pada kajian penyajian dan penafsiran secara akurat, teratur, dan rasional mengenai perbedaan karakter berbagai tempat di permukaan bumi. Dalam tradisi ini, berbagai kajian diarahkan untuk mengklasifikasikan dan menjelaskan gejala fisik, ekonomi, dan budaya sebagai faktor pembentuk keunikan suatu wilayah. Tradisi ini dicetuskan oleh ahli-ahli geografi dari Amerika Serikat pada sekitar tahun 1920-an. Beberapa di antaranya adalah: Richard Hartshorne dan Vernor C. Finch
3.      Tradisi spatial analysis
Tradisi ini berkembang tahun 1950-an seiring dengan adanya perhatian yang lebih besar tehadap pola-pola keruangan (spatial pattern). Kemunculan tradisi ini didukung secara kuat oleh terjadinya “revolusi kuantitatif” dalam kajian-kajian geografi. Oleh karena itu, tradisi ini sangat menekankan pada penerapan model-model matematik dan pengembangan teori. Tradisi ini melahirkan kajian-kajian geografis yang beraliran positivisme. Studi-studi empiris mengenai pusat permukiman, pusat pelayanan ekonomi, pola perjalanan penduduk, pelayanan transportasi, lokasi optimal, dan sejenisnya berkembang pesat di bawah tradisi ini, yang antara lain dipelopori oleh F. K. Schaefer, Harold McCarty, William Garrison, dan Ian Burton.
4.      Tradisi social theory
Seiring dengan terjadinya krisis sosial pada tahun 1960-an, banyak ahli geografi yang mulai mempertanyakan peranan ilmu geografi dalam menanggapi berbagai perubahan sosial. Sesuai dengan situasi saat itu, aliran Marxist memberikan pengaruh kuat dalam kajian-kajian geografis terutama yang berkaitan dengan ketimpangan ekonomi dan dampaknya pada struktur sosial politik. Kajian-kajian ini kemudian dikenal dengan aliran ”geografi radikal” yang salah satu di antaranya dicirikan oleh penolakannya pada paham positivisme. Beberapa tokoh dari aliran ini antara lain adalah David Harvey dan Doreen Massey.
Selain, aliran Marxist, pada tradisi ini juga berkembang aliran humanis yang lebih menekankan pada “pemaknaan sosial”. Aliran ini berupaya untuk mengkaji ”social outcomes” sebagai produk dari kemampuan penduduk dalam mengelola lingkungannya.
Dalam berbagai kajiannya, aliran ini lebih menekankan penarapan pendekatan fenomenologi yang difokuskan pada kondisi psikologis, emosional dan persepsi manusia terhadap tempat, ruang, dan lingkungan. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam aliran ini adalah David Ley, Allan Pred, dan Derek Gregory. Berkaitan dengan tradisi di atas, Carl O. Sauer mengungkapkan beberapa tema yang dapat diangkat dalam kajian geografi sejarah. Tema-tema tersebut antara lain adalah :
1.      Gejala geografi fisik tertentu yang mempengaruhi perubahan muka bumi seperti halnya perubahan iklim yang diakibatkan oleh manusia dan kembali menimbulkan dampak terhadap manusia, perubahan-perubahan gejala alami pada bagian tertentu yang mengakibatkan perubahan tutupan vegetasi, atau tentang gejala alami lainnya (perubahan garis pantai, perubahan pola tata air, dsb).
2.      Kajian tentang manusia beserta perilakunya yang mengakibatkan perubahan alam.
3.      Kajian tentang tata letak permukiman, tipologi perumahan, dan pola permukiman yang antara lain berkaitan erat dengan nilai budaya dan cara pandang manusia dalam mengatasi kendala fisik dan sosial.
4.      Pengelolaan sumberdaya alam kepemilikkan, penguasaan, dan pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan dinamika struktur sosial politik dalam lingkup budaya tertentu.
5.      Perkembangan atau siklus kebudayaan yang memunculkan pusat-pusat peradaban sehubungan dengan perkembangan penduduk, kemajuan teknologi, dan dinamika daya dukung lingkungan.
6.      Pola-pola pembauran antar kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan difusi informasi dan pengetahuan dari satu tempat ke tempat lain. Termasuk memberikan penjelasan mengenai kemampuan masyarakat dalam menerima nilai budaya baru

7.      Konflik-konflik teritorial yang berkaitan dengan adanya kelompok dominan yang bersifat agresif dan kelompok marjinal baik dalam konteks politik, ekonomi, maupun sosial.

0 comments:

Post a Comment