Butlin
(1992) menyatakan ”geografi sejarah” adalah kajian geografis tentang masa
lampau atau study of the geographies of past time. Kajian tersebut
dilakukan melalui rekonstruksi imajinatif dalam suatu rentang waktu dengan
menekankan pada pemahaman integratif terhadap dinamika kehidupan dalam suatu
area. Adapun hal yang menjadi pusat perhatian dalam kajian geografi sejarah
adalah fenomena atau proses keruangan yang menggambarkan dinamika keterkaitan
antara manusia-lingkungan antara lain dalam hal memanfaatkan sumberdaya alam,
membangun permukiman, mengembangkan kekuasaan, mengontrol teritori, dan
sebagainya.
Dalam
penerapannya, perkembangan geografi sejarah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
tradisi dalam geografi. Adapun tradisi yang berkembang dalam ilmu geografi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Tradisi man-land
relation
Dalam
tradisi ini, kajian geografi banyak mempelajari faktor penyebab dan dampak dari
keterkaitan manusia-lingkungan. Pada awalnya fokus kajiannya terletak pada
pengaruh lingkungan terhadap aktivitas manusia (enviromental determinism)
yang mana banyak memperkenalkan istilah ”control”, “influence”, “human
response”, dan “environmental factor”. Beberapa ahli yang menganut tradisi ini
antara lain adalah William Moriis Davis, Isaiah Bowman, Ellsworth Huntington
dan Ellen Churchill Semple. Namun dalam perkembangannya terjadi pergeseran
ketika timbul pemahaman bahwa keterkaitan antara manusia dan lingkungan
sesungguhnya bersifat timbal balik dan saling menguntungkan. Selain itu juga
muncul pemahaman bahwa dalam keterkaitan tersebut, faktor manusia lebih dominan
dibandingkan faktor lingkungan. Beberapa ahli yang berada pada aliran ini
antara lain Harlan H. Barrow dengan bukunya yang berjudul “Geography as Human
Ecology,” dan Carl Sauer dalam karyanya mengenai The Morphology of Landscape.
2.
Tradisi
areal differentiation
Tradisi
ini menekankan pada kajian penyajian dan penafsiran secara akurat, teratur, dan
rasional mengenai perbedaan karakter berbagai tempat di permukaan bumi. Dalam
tradisi ini, berbagai kajian diarahkan untuk mengklasifikasikan dan menjelaskan
gejala fisik, ekonomi, dan budaya sebagai faktor pembentuk keunikan suatu
wilayah. Tradisi ini dicetuskan oleh ahli-ahli geografi dari Amerika Serikat
pada sekitar tahun 1920-an. Beberapa di antaranya adalah: Richard Hartshorne
dan Vernor C. Finch
3. Tradisi spatial
analysis
Tradisi
ini berkembang tahun 1950-an seiring dengan adanya perhatian yang lebih besar
tehadap pola-pola keruangan (spatial pattern). Kemunculan tradisi ini
didukung secara kuat oleh terjadinya “revolusi kuantitatif” dalam kajian-kajian
geografi. Oleh karena itu, tradisi ini sangat menekankan pada penerapan
model-model matematik dan pengembangan teori. Tradisi ini melahirkan
kajian-kajian geografis yang beraliran positivisme. Studi-studi empiris
mengenai pusat permukiman, pusat pelayanan ekonomi, pola perjalanan penduduk,
pelayanan transportasi, lokasi optimal, dan sejenisnya berkembang pesat di
bawah tradisi ini, yang antara lain dipelopori oleh F. K. Schaefer, Harold
McCarty, William Garrison, dan Ian Burton.
4. Tradisi social
theory
Seiring
dengan terjadinya krisis sosial pada tahun 1960-an, banyak ahli geografi yang mulai
mempertanyakan peranan ilmu geografi dalam menanggapi berbagai perubahan sosial.
Sesuai dengan situasi saat itu, aliran Marxist memberikan pengaruh kuat dalam
kajian-kajian geografis terutama yang berkaitan dengan ketimpangan ekonomi dan
dampaknya pada struktur sosial politik. Kajian-kajian ini kemudian dikenal
dengan aliran ”geografi radikal” yang salah satu di antaranya dicirikan oleh
penolakannya pada paham positivisme. Beberapa tokoh dari aliran ini antara lain
adalah David Harvey dan Doreen Massey.
Selain,
aliran Marxist, pada tradisi ini juga berkembang aliran humanis yang lebih menekankan
pada “pemaknaan sosial”. Aliran ini berupaya untuk mengkaji ”social outcomes”
sebagai produk dari kemampuan penduduk dalam mengelola lingkungannya.
Dalam
berbagai kajiannya, aliran ini lebih menekankan penarapan pendekatan
fenomenologi yang difokuskan pada kondisi psikologis, emosional dan persepsi
manusia terhadap tempat, ruang, dan lingkungan. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam
aliran ini adalah David Ley, Allan Pred, dan Derek Gregory. Berkaitan dengan
tradisi di atas, Carl O. Sauer mengungkapkan beberapa tema yang dapat diangkat
dalam kajian geografi sejarah. Tema-tema tersebut antara lain adalah :
1.
Gejala
geografi fisik tertentu yang mempengaruhi perubahan muka bumi seperti halnya
perubahan iklim yang diakibatkan oleh manusia dan kembali menimbulkan dampak
terhadap manusia, perubahan-perubahan gejala alami pada bagian tertentu yang
mengakibatkan perubahan tutupan vegetasi, atau tentang gejala alami lainnya (perubahan
garis pantai, perubahan pola tata air, dsb).
2.
Kajian
tentang manusia beserta perilakunya yang mengakibatkan perubahan alam.
3.
Kajian
tentang tata letak permukiman, tipologi perumahan, dan pola permukiman yang antara
lain berkaitan erat dengan nilai budaya dan cara pandang manusia dalam mengatasi
kendala fisik dan sosial.
4.
Pengelolaan
sumberdaya alam kepemilikkan, penguasaan, dan pengambilan keputusan dalam kaitannya
dengan dinamika struktur sosial politik dalam lingkup budaya tertentu.
5.
Perkembangan
atau siklus kebudayaan yang memunculkan pusat-pusat peradaban sehubungan dengan
perkembangan penduduk, kemajuan teknologi, dan dinamika daya dukung lingkungan.
6.
Pola-pola
pembauran antar kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan difusi informasi dan
pengetahuan dari satu tempat ke tempat lain. Termasuk memberikan penjelasan
mengenai kemampuan masyarakat dalam menerima nilai budaya baru
7.
Konflik-konflik
teritorial yang berkaitan dengan adanya kelompok dominan yang bersifat agresif
dan kelompok marjinal baik dalam konteks politik, ekonomi, maupun sosial.
0 comments:
Post a Comment