Antri,
sesungguhnya adalah hal yang paling sederhana dan paling mudah untuk
dilaksanakan. Tidak memerlukan biaya dan pelatihan khusus. Yang dibutuhkan
hanya kesabaran dan kemauan untuk mendahulukan kepentingan umum. Antri juga
mencerminkan seperti apa watak seseorang, dan secara keseluruhan akan
mencerminkan seperti apa watak dan perilaku suatu bangsa.
Masyarakat
Indonesia pada umumnya masih banyak yang belum mengenal, bahkan tidak mau
mengenal apa itu budaya antri. Kebanyakan antrian selalu diwarnai dengan aksi
dorong – mendorong dan saling mendahului sampai menelan korban yang tidak
bersalah.
Mereka
saling mendahului seakan –akan itu adalah perlombaan untuk mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Masyarakat ini saling mendorong sampai tidak peduli bahwa ada
seorang ibu hamil yang telah kehabisan nafas karna terjepit kerumunan, bahwa
ada seseorang lansia yang telah terinjak – injak oleh keganasan kaki mereka.
Orang – orang ini hanya mendahulukan kepentingannya sendiri tanpa mempedulikan
bahwa yang lainnya juga sama membutuhkannya dengan dia. Asal cepat selesai dan
mendapatkan yang diinginkan, itu saja sudah cukup. Masa bodoh dengan hal lain.
Namun,
tidak adanya rasa menghargai masyarakat terhadap budaya antri ini juga bukan
sepenuhnya kesalahan mereka. Para petugas yang melayani mereka juga ikut andil
atas kekacauan ini. Masyarakat akan antri
dengan baik jika para petugas juga melaksanakan tugasnya dengan baik. Disiplin
atas waktu dan pekerjaan. Tidak bersantai – santai ketika harus melayani
keperluan masyarakat banyak yang sudah berjejer menunggu giliran. Selain itu,
petugas keamanan juga semestinya mengambil tindakan tegas untuk mengamankan
antrian agar berjalan sebagaimana semestinya.
Budaya
antri bisa diterapkan di fasilitas – fasilitas umum seperti Rumah Sakit, ATM,
bandara, kantor – kantor pelayanan masyarakat, tempat pembelian tiket maupun di
tempat – tempat hiburan. Selain di tempat – tempat umum tersebut, budaya antri
juga harus bisa di terapkan saat pembagian zakat atau makanan gratis semisal
sembako pada masyarakat. Apalagi, saat di Hari Raya Qurban nanti, akan ada
pembagian daging Qurban pada masyarakat. Untuk memastikan agar antrian dapat
berjalan lancar dan tidak menelan korban, panitia Qurban dan petugas yang
bersangkutan harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Kita tentu
tidak ingin kejadian saat antri BLSM atau pembagian zakat beberapa tahun lalu
yang menelan korban jiwa kembali terjadi.
Rasa
tidak menghargai budaya antri juga bisa kita temui di jalan raya. Kemacetan
merupakan salah satu akibat sikap masyarakat yang tidak mau tau dengan budaya
antri. Mereka saling menyerobot ketika ada tempat kosong. Saling mendahului
agar terbebas dari kemacetan. Padahal, tindakan mereka itu bukannya mengurangi
kemacetan, justru malah memperparah antrian kendaraan tesebut. Jalur lalu
lintas semakin kacau dan carut marut karena kendaraan tidak berada pada jalur
yang seharusnya.
Keadaan
bangsa Indonesia yang kurang menghargai budaya antri ini sungguh bertolak
belakang dengan bangsa Jepang. Di Negeri Sakura ini, masyarakatnya sangat
menghargai budaya antri dan menjadikannya sebagai kebiasaan sehari – hari. Mereka
berbaris berjejeran dengan rapi di tempat pembelian tiket, pintu – pintu masuk
pertunjukan, menunggu giliran masuk di restoran dan sebagainya tanpa ada niat
untuk dorong mendorong dan berebutan saling mendahului. Ketika suatu kecelakaan
terjadi di salah satu ruas jalan di Jepang, kemcetan panjang tidak bisa
terelakkan, namun, betapa disiplinnya orang Jepang dalam berlalu – lintas.
Mereka tetap berada di dalam antrian kendaraan yang seharusnya.
Ketika
Jepang dilanda bencana pada tahun 2011 yang memakan banyak korban jiwa, bantuan
pun datang dari seluruh penjuru dunia seperti obat – obatan dan makanan. Yang
menarik adalah bagaimana budaya antri yang diterapkan masyarakat Jepang, tidak
ada pembatas, tidak ada petugas, yang ada hanya kesadaran diri sendiri untuk
menunggu giliran tiba. Sungguh berbeda dengan di Indonesia yang masyarakatnya
saling berebutan takut tidak memperoleh makanan.
Untuk
masyarakat indonesia khususnya, pelaksanaan dan pelestarian budaya antri ini
sepertinya harus dipaksakan. Tidak cukup hanya dengan kesadaran diri sendiri
saja,karena sementara menunggu semua orang sadar, kekacauan sudah terjadi
dimana – mana. Agar budaya antri ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka
diperlukan suatu pengaturan yang tegas dan sanksi yang juga tegas bagi siapa
yang memulai pelanggaran antrian. Keegoisan masyarakat untuk mendahului antrian
harus bisa ditekan. Selain itu, membiasakan budaya antri semenjak dini juga
bisa dilakukan untuk mengantisipasi kekacauan saat sudah ditengah – tengah
masyarakat nantinya. Karena teryata, untuk melatih anak agar bisa mengantri dan
selalu mengingat pelajaran berharga engantri dibutuhkan waktu selama 12 tahun.Berbaris
menjelang masuk kelas merupakan salah satu langkah yang harus diprkatekkan
semenjak menempuh pendididkan di Taman Kanak – Kanak dan berlanjut sampai ke
jenjang pendidikan berikutnya.
Pelajaran
berharga di balik mengantri semenjak dini adalah, anak diajarkan untuk
memanajemen waktu. Jika ingin antri paling depan maka dia akan datang lebih
awal. Anak juga bersabar menunggu gilirannya tiba, terutama jika ia datang
terlambat. Selain itu anak akan belajar lebih disiplin dan tidak menyerobot hak
orang lain.
Jika
saja masyarakat indonesia mau menghargai budaya antri, maka sedikit demi
sedikit bangsa ini bisa hidup dengan teratur. Tidak ada lagi aksi saling
mendahului dan dorong – mendorong sampai menelan korban yang tidak sedikit. Dan
tentunya, jalanan akan lebih teratur karena carut – marut jalanan bisa sedikit
dikurangi. Bangsa yang bermartabat tercermin dari perilaku yang diperlihatkan
oleh masyarakatnya sendiri. Mari kita menjadi bangsa yang lebih bermartabat, diawali
dengan perubahan kecil yang memiliki dampak besar dengan mulai membudayakan
budaya antri.
0 comments:
Post a Comment