Mari Membudayakan Budaya Antri

5/16/15
Antri, sesungguhnya adalah hal yang paling sederhana dan paling mudah untuk dilaksanakan. Tidak memerlukan biaya dan pelatihan khusus. Yang dibutuhkan hanya kesabaran dan kemauan untuk mendahulukan kepentingan umum. Antri juga mencerminkan seperti apa watak seseorang, dan secara keseluruhan akan mencerminkan seperti apa watak dan perilaku suatu bangsa.

Masyarakat Indonesia pada umumnya masih banyak yang belum mengenal, bahkan tidak mau mengenal apa itu budaya antri. Kebanyakan antrian selalu diwarnai dengan aksi dorong – mendorong dan saling mendahului sampai menelan korban yang tidak bersalah.
Mereka saling mendahului seakan –akan itu adalah perlombaan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Masyarakat ini saling mendorong sampai tidak peduli bahwa ada seorang ibu hamil yang telah kehabisan nafas karna terjepit kerumunan, bahwa ada seseorang lansia yang telah terinjak – injak oleh keganasan kaki mereka. Orang – orang ini hanya mendahulukan kepentingannya sendiri tanpa mempedulikan bahwa yang lainnya juga sama membutuhkannya dengan dia. Asal cepat selesai dan mendapatkan yang diinginkan, itu saja sudah cukup. Masa bodoh dengan hal lain.
Namun, tidak adanya rasa menghargai masyarakat terhadap budaya antri ini juga bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Para petugas yang melayani mereka juga ikut andil atas kekacauan ini.  Masyarakat akan antri dengan baik jika para petugas juga melaksanakan tugasnya dengan baik. Disiplin atas waktu dan pekerjaan. Tidak bersantai – santai ketika harus melayani keperluan masyarakat banyak yang sudah berjejer menunggu giliran. Selain itu, petugas keamanan juga semestinya mengambil tindakan tegas untuk mengamankan antrian agar berjalan sebagaimana semestinya.
Budaya antri bisa diterapkan di fasilitas – fasilitas umum seperti Rumah Sakit, ATM, bandara, kantor – kantor pelayanan masyarakat, tempat pembelian tiket maupun di tempat – tempat hiburan. Selain di tempat – tempat umum tersebut, budaya antri juga harus bisa di terapkan saat pembagian zakat atau makanan gratis semisal sembako pada masyarakat. Apalagi, saat di Hari Raya Qurban nanti, akan ada pembagian daging Qurban pada masyarakat. Untuk memastikan agar antrian dapat berjalan lancar dan tidak menelan korban, panitia Qurban dan petugas yang bersangkutan harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Kita tentu tidak ingin kejadian saat antri BLSM atau pembagian zakat beberapa tahun lalu yang menelan korban jiwa kembali terjadi.
Rasa tidak menghargai budaya antri juga bisa kita temui di jalan raya. Kemacetan merupakan salah satu akibat sikap masyarakat yang tidak mau tau dengan budaya antri. Mereka saling menyerobot ketika ada tempat kosong. Saling mendahului agar terbebas dari kemacetan. Padahal, tindakan mereka itu bukannya mengurangi kemacetan, justru malah memperparah antrian kendaraan tesebut. Jalur lalu lintas semakin kacau dan carut marut karena kendaraan tidak berada pada jalur yang seharusnya.
Keadaan bangsa Indonesia yang kurang menghargai budaya antri ini sungguh bertolak belakang dengan bangsa Jepang. Di Negeri Sakura ini, masyarakatnya sangat menghargai budaya antri dan menjadikannya sebagai kebiasaan sehari – hari. Mereka berbaris berjejeran dengan rapi di tempat pembelian tiket, pintu – pintu masuk pertunjukan, menunggu giliran masuk di restoran dan sebagainya tanpa ada niat untuk dorong mendorong dan berebutan saling mendahului. Ketika suatu kecelakaan terjadi di salah satu ruas jalan di Jepang, kemcetan panjang tidak bisa terelakkan, namun, betapa disiplinnya orang Jepang dalam berlalu – lintas. Mereka tetap berada di dalam antrian kendaraan yang seharusnya.
Ketika Jepang dilanda bencana pada tahun 2011 yang memakan banyak korban jiwa, bantuan pun datang dari seluruh penjuru dunia seperti obat – obatan dan makanan. Yang menarik adalah bagaimana budaya antri yang diterapkan masyarakat Jepang, tidak ada pembatas, tidak ada petugas, yang ada hanya kesadaran diri sendiri untuk menunggu giliran tiba. Sungguh berbeda dengan di Indonesia yang masyarakatnya saling berebutan takut tidak memperoleh makanan.
Untuk masyarakat indonesia khususnya, pelaksanaan dan pelestarian budaya antri ini sepertinya harus dipaksakan. Tidak cukup hanya dengan kesadaran diri sendiri saja,karena sementara menunggu semua orang sadar, kekacauan sudah terjadi dimana – mana. Agar budaya antri ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan suatu pengaturan yang tegas dan sanksi yang juga tegas bagi siapa yang memulai pelanggaran antrian. Keegoisan masyarakat untuk mendahului antrian harus bisa ditekan. Selain itu, membiasakan budaya antri semenjak dini juga bisa dilakukan untuk mengantisipasi kekacauan saat sudah ditengah – tengah masyarakat nantinya. Karena teryata, untuk melatih anak agar bisa mengantri dan selalu mengingat pelajaran berharga engantri dibutuhkan waktu selama 12 tahun.Berbaris menjelang masuk kelas merupakan salah satu langkah yang harus diprkatekkan semenjak menempuh pendididkan di Taman Kanak – Kanak dan berlanjut sampai ke jenjang pendidikan berikutnya.
Pelajaran berharga di balik mengantri semenjak dini adalah, anak diajarkan untuk memanajemen waktu. Jika ingin antri paling depan maka dia akan datang lebih awal. Anak juga bersabar menunggu gilirannya tiba, terutama jika ia datang terlambat. Selain itu anak akan belajar lebih disiplin dan tidak menyerobot hak orang lain.
Jika saja masyarakat indonesia mau menghargai budaya antri, maka sedikit demi sedikit bangsa ini bisa hidup dengan teratur. Tidak ada lagi aksi saling mendahului dan dorong – mendorong sampai menelan korban yang tidak sedikit. Dan tentunya, jalanan akan lebih teratur karena carut – marut jalanan bisa sedikit dikurangi. Bangsa yang bermartabat tercermin dari perilaku yang diperlihatkan oleh masyarakatnya sendiri. Mari kita menjadi bangsa yang lebih bermartabat, diawali dengan perubahan kecil yang memiliki dampak besar dengan mulai membudayakan budaya antri.


0 comments:

Post a Comment