A.
Zaman “meleset” dan Krisis Pergerakan
Zaman
meleset adalah satu istilah untuk menyebut terjadinya malise atau depresi
ekonomi yang melanda negara-negara industri dan nonindustri pada tahun 1929
yang berlangsung beberapa tahun. Indonesia juga terpengaruh oleh depresi ini,
baik kehidupan ekonomi rakyat maupun kehidupan politik. Penderitaan dan
kemiskinan melanda rakyat. Para tokoh pergerakan dijauhkan dari pendukungnya.
Lembaga-lembaga
perekonomian ambruk, sehingga menyebabkna banyak pengangguran. Pabrik dan
perusahaan perkebunan di Indonesia mengurangi aktivitasnya. Pemutusan hubungan
kerja dilakukan oleh pabrik sehingga banyak sekali pengangguran. Keadaan ini
bukan hanya terjadi di Jawa. Tetapi terjadi juga di luar Jawa seperti di Deli
yang kulinya terpaksa pulang ke Jawa. Di Sumatera dan Kalimantan, petani karet
menderita pukulan depresi karena tindakan pemerintah yang membatasi produksi
karet rakyat. Pembatasan ini dilakukan dengan mengenakan pajak yang sangat
tinggi.
Setelah
depresi ekonomi berjalan beberapa tahun, perjalanan pergerakan nasional juga
mengalami pukulan berat. Banyak diantara pemimpin yang dibuang dan dipenjara
sehingga mereka tidak dapat berhubungan dengan organisasinya., hak bersidang
dibatasi, pemberangusan pers terus dilakukan. Dengan kata lain, pemerintah
terus melakukan represi dengan ketat, para nasionalis benar-benar dibungkam.
Pemerintah berusaha mengorek berita
sedetail mungkin, sehingga memperoleh kepastian bahwa seseorang dicurigai
dan seterusnya dikenakan sangsi pembuangan.
Ada
perbedaan dan ciri khas pergerakan tahun 20-an dan 30-an. Pergerakan tahun
30-an meninggalkan prinsip nonkoperasi dan bergerak secara parlementer, artinya
menerima dan duduk dalam dewan perwakilan. Sifat gerakannnya dapat dipandang
tidak spektakuler dan tidak dekat dengan rakyat. Tindakan nonagitasi ini
dikarenakan yang ada tinggal hanya nasionalis moderat, yang nonkoperasi telah
lebih dulu disingkirkan. Kekuatan fisik sudah dilumpuhkan, yang tinggal hanya
idealisme yang tinggi dan semangat untuk tetap mengkomunikasikan cita-cita
kebangsaan.
Tahun
1930-an pergerakan nasional seolah-olah diredam oleh pemerintah sehingga tidak
berdaya. Depresi dan represi pemerintah berakibat melumpuhkan kehidupan politik
di Indonesia seolah-olah pergerakan “tidur” selama satu dekade. Pergerakan
mulai memasuki fase parlementer. Cara ini terpaksa ditempuh karena kekuatan
fisik semata tidak banyak membawa hasil. Hanya melalui dewan rakyat kaum
nasionalis dapat mempengaruhi pemerintah secara langsung dan sama sekali tidak
dapat dukungan dari massa.
B.
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan Partai
Indonesia Raya (PARINDRA)
Kelompok
Studi Indonesia di Surabaya akan berperan dalam gerakan kebangsaan. Perbedaan
gerakan koperasi dan nonkoperasi tidak perlu dibesar-besarkan serta gerakan
politik, sosial dan ekonomi juga tidak perlu dibedakan. Yang penting bagi
gerakan kebangsaan adalah menghapuskan penderitaan rakyat melalui kegiatan,
baik itu sosial, ekonomi, maupun politik. Pada bulan November 1930 kelompok
studi ini berubah nama menjadi PBI.
PBI
lebih menunjukkan partai lokal dengan Surabaya sebagai pusatnya. Rukun Petani
yang didirikan PBI berhasil meyakinkan petani tentang perbaikan dan
kesejahteraan dimasa depresi ekonomi. Hal ini menyebabkan PBI juga diawasi
gubermen. Dalam beberapa kongres yang dilaksanakn PBI, dibicarakan tentang
penggalakan koperasi, serikat sekerja, pengajaran, komunikasi antar pulau,
serta memajukan pendidikan rakyat dan kepanduan yang diberi nama Suryawirawan.
PBI
kemudian bekerja sama dengan Budi Utomo dan membentuk Parindra. Di dalamnya
ikut, Sarikat Selebes, Sarikat Sumatera, Sarikat Ambon, perkumpulan Kaum Betawi
dan Tirtayasa yang terus melanjutkan politik koperasi moderatnya. Dalam
politiknya bersikap nonkoperasi yang insidentil, artinya apabila ada kejadian
yang sangat mengecewakan organisasi itu, maka diputuskan untuk sementara
menarik wakil-wakil dari dalam badan perwakilan.
C.
Gerakan Rakyat Indonesia (GERINDRO)
Bekas-bekas
pempinan Partindo mendirikan Gerindro di Jakarta pada 24 Mei 1937. Organisasi
ini memiliki azas koperasi, para anggotanya boleh duduk dalam badan perwakilan.
Organisasi ini bercorak internasional dan sosialistis. Perjuangan melawan
kolonial sama dengan perjuangan mempertahankan demokrasi dari ancaman fasis.
0 comments:
Post a Comment