Krisis Pergerakan Parlementer

5/18/15
A.    Zaman “meleset” dan Krisis Pergerakan
Zaman meleset adalah satu istilah untuk menyebut terjadinya malise atau depresi ekonomi yang melanda negara-negara industri dan nonindustri pada tahun 1929 yang berlangsung beberapa tahun. Indonesia juga terpengaruh oleh depresi ini, baik kehidupan ekonomi rakyat maupun kehidupan politik. Penderitaan dan kemiskinan melanda rakyat. Para tokoh pergerakan dijauhkan dari pendukungnya.

Lembaga-lembaga perekonomian ambruk, sehingga menyebabkna banyak pengangguran. Pabrik dan perusahaan perkebunan di Indonesia mengurangi aktivitasnya. Pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pabrik sehingga banyak sekali pengangguran. Keadaan ini bukan hanya terjadi di Jawa. Tetapi terjadi juga di luar Jawa seperti di Deli yang kulinya terpaksa pulang ke Jawa. Di Sumatera dan Kalimantan, petani karet menderita pukulan depresi karena tindakan pemerintah yang membatasi produksi karet rakyat. Pembatasan ini dilakukan dengan mengenakan pajak yang sangat tinggi.
Setelah depresi ekonomi berjalan beberapa tahun, perjalanan pergerakan nasional juga mengalami pukulan berat. Banyak diantara pemimpin yang dibuang dan dipenjara sehingga mereka tidak dapat berhubungan dengan organisasinya., hak bersidang dibatasi, pemberangusan pers terus dilakukan. Dengan kata lain, pemerintah terus melakukan represi dengan ketat, para nasionalis benar-benar dibungkam. Pemerintah berusaha mengorek berita  sedetail mungkin, sehingga memperoleh kepastian bahwa seseorang dicurigai dan seterusnya dikenakan sangsi pembuangan.
Ada perbedaan dan ciri khas pergerakan tahun 20-an dan 30-an. Pergerakan tahun 30-an meninggalkan prinsip nonkoperasi dan bergerak secara parlementer, artinya menerima dan duduk dalam dewan perwakilan. Sifat gerakannnya dapat dipandang tidak spektakuler dan tidak dekat dengan rakyat. Tindakan nonagitasi ini dikarenakan yang ada tinggal hanya nasionalis moderat, yang nonkoperasi telah lebih dulu disingkirkan. Kekuatan fisik sudah dilumpuhkan, yang tinggal hanya idealisme yang tinggi dan semangat untuk tetap mengkomunikasikan cita-cita kebangsaan.
Tahun 1930-an pergerakan nasional seolah-olah diredam oleh pemerintah sehingga tidak berdaya. Depresi dan represi pemerintah berakibat melumpuhkan kehidupan politik di Indonesia seolah-olah pergerakan “tidur” selama satu dekade. Pergerakan mulai memasuki fase parlementer. Cara ini terpaksa ditempuh karena kekuatan fisik semata tidak banyak membawa hasil. Hanya melalui dewan rakyat kaum nasionalis dapat mempengaruhi pemerintah secara langsung dan sama sekali tidak dapat dukungan dari massa.
B.     Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan Partai Indonesia Raya (PARINDRA)
Kelompok Studi Indonesia di Surabaya akan berperan dalam gerakan kebangsaan. Perbedaan gerakan koperasi dan nonkoperasi tidak perlu dibesar-besarkan serta gerakan politik, sosial dan ekonomi juga tidak perlu dibedakan. Yang penting bagi gerakan kebangsaan adalah menghapuskan penderitaan rakyat melalui kegiatan, baik itu sosial, ekonomi, maupun politik. Pada bulan November 1930 kelompok studi ini berubah nama menjadi PBI.
PBI lebih menunjukkan partai lokal dengan Surabaya sebagai pusatnya. Rukun Petani yang didirikan PBI berhasil meyakinkan petani tentang perbaikan dan kesejahteraan dimasa depresi ekonomi. Hal ini menyebabkan PBI juga diawasi gubermen. Dalam beberapa kongres yang dilaksanakn PBI, dibicarakan tentang penggalakan koperasi, serikat sekerja, pengajaran, komunikasi antar pulau, serta memajukan pendidikan rakyat dan kepanduan yang diberi nama Suryawirawan.
PBI kemudian bekerja sama dengan Budi Utomo dan membentuk Parindra. Di dalamnya ikut, Sarikat Selebes, Sarikat Sumatera, Sarikat Ambon, perkumpulan Kaum Betawi dan Tirtayasa yang terus melanjutkan politik koperasi moderatnya. Dalam politiknya bersikap nonkoperasi yang insidentil, artinya apabila ada kejadian yang sangat mengecewakan organisasi itu, maka diputuskan untuk sementara menarik wakil-wakil dari dalam badan perwakilan.
C.     Gerakan Rakyat Indonesia (GERINDRO)
Bekas-bekas pempinan Partindo mendirikan Gerindro di Jakarta pada 24 Mei 1937. Organisasi ini memiliki azas koperasi, para anggotanya boleh duduk dalam badan perwakilan. Organisasi ini bercorak internasional dan sosialistis. Perjuangan melawan kolonial sama dengan perjuangan mempertahankan demokrasi dari ancaman fasis. 

0 comments:

Post a Comment